Viral Dokter RS di Manado Sogok Keluarga Pasien PDP Covid-19, Ini Faktanya

Viral informasi yang mengklaim dokter di rumah sakit Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena virus corona baru (Covid-19).

Informasi tersebut diunggah akun Facebook Reza Abdullah, disertai dengan foto dan video.



Berikut keterangan unggahan tersebut:



“Kejadian di Manado Tadi siang Ada orang yang meninggal Karena Penyakit jantung Tetapi dokter memberikan uang kepada keluarga (menyogok) agar Di beritakan bahwasanya Pasien tersebut meninggal Karena covid 19 Keluarga tidak Terima Alhasil seluruh keluarga beserta rekan rekan nya mengambil jenazah secara paksa. Waw Ada apa dengan indonesiaku.”

Unggahan pada 2 Juni 2020 tersebut telah memperoleh 15 komentar dan 305 kali dibagikan.

Benarkah klaim dokter rumah sakit di Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena Covid-19? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

Penelusuran Fakta
Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim dokter rumah sakit di Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena Covid-19?, menggunakan Google Search dengan kata kunci ‘video rumah sakit Manado menyogok keluarga pasien’.

Penelusuran mengarah pada artikel berjudul “Viral Keluarga PDP ‘Disogok’ RS, Ini Kata Gugus Tugas Pemprov Sulut” yang dimuat situs manadopost.jawapos.com, pada 1 Juni 2020.

Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Sulawesi Utara Sulut (Sulut) Steaven Dandel mengatakan, terkait isu pemberian uang dalam kasus tersebut, dalam SOP tidak ada kebijakan pemberian uang kepada keluarga.

Yang dia tangkap di dari penjelasan dokter rumah sakit Pancaran Kasih, uang diserahkan kepada imam yang dipanggil pihak RS untuk memandikan dan mensalatkan jenazah. Bukan kepada keluarga.

Situs tersebut menerangkan, video massa yang melakukan perusakan fasilitas RS Pancaran Kasih Manado.



Dari informasi yang dikumpulkan, massa ini memprotes tindakan protokol pemakaman Covid-19 yang akan diberlakukan pada jenazah pasien.

Bahkan dengan berteriak-teriak, massa menerobos masuk ke RS dan mengambil jenazah yang sudah dibungkus dengan kafan.

Masih dengan teriakan, massa memboyong jenazah masuk ke mobil ambulans.

Dalam video lain yang juga viral, anak pasien menerangkan bahwa pada saat selesai memandikan jenazah ayahnya, pihak RS dalam hal ini dokter yang menangani memberikan uang kepadanya agar jenazah tidak lagi dibawa ke rumah dan langsung dibawa ke lokasi pemakaman.

Penelusuran juga mengarah pada artikel berjudul “Ini Penjelasan Dirut RS Pancaran Kasih Terkait Tudingan ‘Uang Sogok’” yang dimuat situs manadopost.jawapos.com, pada 2 Juni 2020.

Dalam situs tersebut, Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey menyatakan, isu menawarkan uang sogok kepada keluarga pasien, tidak benar.

“Saya atas nama direksi dan seluruh karyawan RS GMIM Pancaran Kasih, turut berbelasungkawa atas kepergian almarum yang meninggal di rumah sakit kami siang tadi (kemarin),” katanya.

Setiap pasien yang masuk RS, baik ODP, PDP, dan positif Covid-19, langsung dinotifikasi ke Gugus Tugas Kota Manado dan Pemprov Sulut.

Apabila pasien meninggal, juga diberi tahu ke Gugus Tugas. Ada protokol yang dilakukan jika pasien meninggal. Yakni protokol jenazah, karena situasi wabah.

“Di RS kami, yang meninggal ada pasien yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Muslim, Budha, dan Hindu. Masing-masing ada penanganan sesuai agamanya. Kebetulan pasien ini beragama Muslim. Jadi kami menggunakan fatwa MUI nomor 18 tahun 2020 tentang pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Covid-19,” jelasnya.

Di pasal 7 katanya, disebutkan jenazah bisa dimandikan, dikafani, dan disalatkan oleh pemuka agama yang beragama muslim.

Biasanya pihak rumah sakit memberikan insentif kepada yang memandikan, mengkafani, dan mensalatkan jenazah Rp 500 ribu per orang.

Mengingat mereka menanggung resiko yang besar, dalam hal tertular, maka juga harus menggunakan APD level 3.

Lanjut Kambey, kebetulan yang terjadi adalah yang memandikan, mengkafankan dan mensalatkan hanya satu orang, biasanya tiga. Sehingga petugas RS melaporkan, ada dua insentif yang tertinggal.

Sehingga dia menginstruksikan, berikan saja ke siapa saja yang disitu. Kebetulan yang ada di situ keluarga.

“Menurut petugas, keluarga tidak menerima. Jadi sebenarnya ada kesalahpahaman. Kalaupun kami salah, kami minta maaf. Tapi dari lubuk hati yang terdalam, kami hanya menjalankan kebijakan. Misalnya pun kalau diterima, anggaplah itu sebagai ungkapan belasungkawa kami, bukan seperti yang diisukan bahwa kami menyogok untuk mengatakan pasien ini positif Covid-19,” urainya, sembari mengatakan, pasien tersebut terdiagnosa sebagai PDP. Karena itu, protokol yang digunakan adalah penanganan jenazah Covid-19.

Kambey juga mengklarifikasi, pihaknya tidak pernah membolehkan jenazah pasien dibawa pulang.

“Kalau kami membolehkan, kami bisa diproses karena melanggar protokol. Semua pasien yang meninggal, baik statusnya ODP, PDP, dan positif, harus dinotifikasi ke Gugus Tugas Manado. Jadi kami sudah melakukan tugas dan kewajiban kami, yakni menangani dan melaksanakan apa yang menjadi protokol. Prinsip kami adalah menjalankan tugas, dan menunaikan misi kemanusiaan tenaga kesehatan. Kalaupun ada kesalahan, mungkin miskomunikasi antara dua belah pihak, kami mohon maaf,” tukasnya.

Kesimpulan

Klaim klaim dokter rumah sakit di Manado menyogok keluarga pasien agar setuju meninggal karena Covid-19 tidak didukung bukti kuat.

Direktur Utama (Dirut) RS Pancaran Kasih dr Frangky Kambey telah membatantah kabar tersebut, uang yang diberikan ke pihak keluarga adalah insentif memandikan jenazah.

Pasien yang meninggal tersebut berstatus PDP, sehingga jenazahnya harus ditangani dengan mengacu pada protokol Covid-19.

Sumber: liputan6.com

Iklan Tengah Artikel 1

.