Kronologi Bayi usia 1 Bulan Meninggal Diduga Ditelantarkan Rumah Sakit Rujukan

Bayi mungil bernama Isyana buah hati pasangan suami istri Fery Hermansyah dan Rydha, warga Jawi Jawi II Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatera Barat meninggal di RSUP M Djamil Padang tanpa tersentuh tangan paramedis yang bertugas disana.


Kematian Isyana yang disinyalir diabaikan paramedis RSUP M Djamil Padang itupun menjadi viral di media sosial.

Rydha, ibunda Isyana memposting foto-foto dan kronologi lengkap bagaimana suaminya berjuang agar putri mereka yang baru berusia satu bulan mendapatkan perawatan medis di RSUP M Djamil Padang di akun media sosialnya.

Isyana ditolak pihak rumah sakit dengan alasan ruangan anak pada waktu itu sudah penuh. Padahal, sebelum berangkat dari Pariaman ke RSUP M Djamil, kedua orang tua Isyana mendapatkan informasi jika bangsal anak dalam keadaan sepi. Tidak penuh sama sekali seperti apa yang disampaikan paramedis waktu itu.

Kepada VIVAnews, Rydha menceritakan sejak putrinya lahir pada 29 Maret 2020, sama sekali tidak pernah mengalami gejala sakit apapun. Bayinya dalam kondisi sehat. Hanya saja, pada Rabu pagi kemarin, 29 April 2020 sekira pukul 10.00 WIB, usai menyusui, bayinya mendadak mengalami sesak nafas. Tidak disertai demam tinggi dan batuk seperti gejala COVID-19 pada umumnya.

Melihat keadaan bayinya seperti itu, sekira pukul 11.00 WIB, Fery Hermansyah dan Rydha memutuskan untuk membawa putri kecilnya ke Rumah Sakit Umum Aisyyah Pariaman. Namun lantaran keterbatasan alat medis, Isyana kemudian dirujuk ke RSUP M Djamil Padang.

Ia dibawa ke RSUP M Djamil Padang menggunakan fasilitas ambulan Rumah Sakit Umum Aisyiyah Pariaman.

"Sekira pukul 11.00 WIB kita bawa ke Rumah Sakit Umum Aisyiyah Pariaman. Karena disana alatnya kurang lengkap maka putri saya dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Ada juga tim medis Rumah Sakit Umum Aisyyah Pariaman yang ikut. Kita difasilitasi ambulan. Kita sampai di RSUP M Djamil sekitar pukul 14.00 WIB," kata Rydha, Sabtu malam 2 Mei 2020.

Saat tiba di RSUP M Djamil Padang, kata Rydha, bayinya ditolak oleh paramedis disana. Alasan mereka ruangan anak sudah penuh. Padahal, sebelum berangkat ke Padang sudah dapat informasi kalau ruangannya tidak penuh. Informasinya, bangsal anak dalam keadaan sepi, karena itu Ia memutuskan berangkat ke Padang.

Meski kemudian setelah terjadi perdebatan alot, anaknya diterima, namun paramedis menyampaikan kalau prosedur penanganan dilakukan sesuai dengan prosedur penanganan pasien COVID-19. Bahkan, antara sesama tim medis RSUP M Djamil juga sempat ribut. Salah seorang petugas RSUP M Djamil  keberatan ada pasien anak yang dibawa ke ruangan COVID-19.

Meskipun demikian, upaya penanganan sudah terlambat. Anaknya sudah meninggal dunia.

"Mereka lebih mementingkan tes Covid-nya pada semua pasien yang datang ke IGD dibanding lebih dulu menyelamatkan nyawa seorang anak bayi umur satu bulan yang dalam kondisi sangat kritis. Kami datang tak disambut. Bahkan sampai satu jam lebih saya dan bayi saya masih menunggu di ambulan karena tidak ada respon dari mereka. Sampai-sampai, oksigen di ambulan habis. Dari pukul 14.00 WIB kami sampai, hingga pukul 17.00 WIB, tidak ada yang memberikan pertolongan apa-apa. Sampai akhirnya anak saya meninggal dunia," terang Rydha.

Rydha menegaskan, baik dirinya, suaminya maupun anaknya sama sekali tidak ada riwayat atau gejala COVID-19. Ia hanya berharap, ketika anaknya dirujuk dari RS Aisyiyah Pariaman ke RSUD Pariaman yang merupakan Rumah Sakit khusus untuk COVID-19, agar mendapatkan perawatan terbaik, tapi malah ditelantarkan hingga menghembuskan nafas terakhirnya disana.

"Walaupun saya tahu ini adalah ajalnya putri saya. Dan,  saya sudah ikhlaskan karena saya yakin putri mungil kami masuk surga, tapi saya tak bisa terima perlakuan mereka yang begitu tak punya hati nurani satupun. Padahal mereka juga banyak yang mempunyai anak di rumah. Sebagai tenaga medis, mereka telah melanggar undang-undang dan sumpah mereka sendri. Karena, setiap kita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan diatur oleh UU. Kejadian ini, adalah mimpi buruk bagi kami yang akan kami ingat sepanjang massa," paparnya.

Bahkan kata Rydha, kepulangan anaknya pun dipersulit. Dari pukul 17.00 WIB hingga 21.30 WIB, baru bisa dibawa pulang. Itupun, Ia akhirnya pulang sendiri karena sudah tidak sanggup lagi menunggu lama lantaran tidak ada kepastian.

Di depan ruang administrasi pun, tidak ada satupun dari petugas yang berani keluar. Malah semua petugas merasa ketakutan.

"Tidak ada satupun dari mereka yang datang menghampiri kami. Memberikan penjelasan. Dari pukul 17.00 WIB anak saya meninggal hingga pukul 21.00 WIB, juga tak satupun dari mereka yang masuk ke ruangan. Baru kemudian tak lama setelah itu, ada perawat yang baru ganti shift datang. Bodohnya lagi, dia kaget melihat anak saya sudah membeku dan membuat murka suami saya," terang Rydha.


sumber vivanews.com

Iklan Tengah Artikel 1

.